SUGENG RAWUH

Terima Kasih dan Selamat Menikmati

Jumat, 02 Maret 2012

PENTINGNYA DAUR ULANG BAGI ALAM


A.  Pengertian Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, aerobik atau anaerobik. Sedangkan, Pengomposan merupakan proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup mengatur aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian yaitu bagian organik dan bagian anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ± 80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir yang menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. Kita mengambil Jakarta sebagai sempelnya, di DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, dimana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, dimana 95%-nya  adalah sampah organik. Mengingat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik. Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.

Asal
Bahan
1. Pertanian
Limbah dan residu tanaman
Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
Limbah & residu ternak
Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
Tanaman air
Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri
Limbah padat
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan
Limbah cair
Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
3. Limbah rumah tangga
Sampah
Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota





B.           Macam-Macam Kompos
Kompos dibagi menjadi 3 macam yaitu:
a)   Kompos cacing atau vermicompost adalah pupuk yang berasal dari kotoran cacing (vermics). Pupuk ini dibuat dengan memelihara cacingdalam tumpukan sampah organik hingga cacing tersebut berkembang biak di dalamnya dan menguraikan sampah organik dan menghasilkan kotoran. Proses ini dikenal sebagai vermiksisasi (Murbandono, 1994). Proses pembuatan kompos jenis ini tidak berbeda dengan pembuatan kompos pada umumnya; yang membedakan hanya starternya yang berupa cacing. Kompos cacing dapat menyuburkan tanaman karena kotoran cacing memiliki bentuk dan struktur yang mirip dengan tanah namun ukuran partikel-partikelnya lebih kecil dan lebih kaya akan bahan organik sehingga memiliki tingkat aerasi yang tinggi dan cocok untuk dijadikan media tanam. Kompos cacing memiliki kandungan nutrisi yang hampir sama dengan bahan organik yang diurainya. Spesies cacing yang umum digunakan dalam proses ini diantaranya Eisenia foetida,Eisenia hortensis, dan Perionyx excavatus, namun cacing biasa (Lumbricus terestris) juga dapat digunakan.
b)  Kompos bagase adalah kompos yang dibuat dari ampas tebu (bagase), yaitu limbah padat sisa penggilingan batang tebu. Kompos ini terutama ditujukan untuk perkebunan tebu. Pabrik gula rata-rata menghasilkan bagase sekitar 32% bobot tebu yang digiling. Sebagian besar bagase dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler, namun selalu ada sisa bagase yang tidak termanfaatkan yang disebabkan oleh stok bagase yang melebihi kebutuhan pembakaran oleh boiler pabrik. Sisa bagase ini pada masa depan diperkirakan akan bertambah seiring meningkatnya kemajuan teknologi yang mampu meningkatkan efisiensi pabrik pengolahan tebu, termasuk boiler pabrik. Limbah bagase memiliki kadar bahan organik sekitar 90%, kandungan N 0.3%,  P2O50.02%,  K2O 0.14%,  Ca 0.06%,  dan Mg 0.04% (Toharisman, 1991). Pemberian kompos campuran bagase, blotong, dan abu boiler pabrik pengolahan tebu dapat meningkatkan ketersediaan hara N, P, dan K dalam tanah, kadar bahan organik, pH tanah, serta kapasitas menahan air (Ismail, 1987). Hasil penelitian Riyanto (1995) menunjukkan bahwa pemberian kompos bagase 4-6 ton/ha dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK hingga 50%. Bahan pembuatan kompos bagase yaitu bagase dan kotoran sapi yang dimanfaatkan sebagai bioaktivator dengan perbandingan volume 3:1. Penambahan kotoran sapi selain sebagai bioaktivator juga untuk menurunkan rasio C/N. Bagase dan kotoran sapi ditumpuk berselingan dengan tebal bagase 30 cm dan tebal kotoran sapi 10 cm, lalu di tumpukan teratas diberikan jerami sebagai penutup. Pengomposan dilakukan dengan sistem windrow menggunakan saluran udara yang terbuat dari bambu yang dipasang secara vertikal dan horizontal. Selama proses pengomposan, dilakukan penyiraman secara rutin diikuti dengan pemeriksaan suhu dan kelembaban. Tumpukan bagase dibalik setiap minggu atau ketika kelembaban melebihi 70%. Proses pengomposan membutuhkan waktu 3 bulan hingga kompos menunjukkan warna coklat tua hingga hitam.


Sifat kompos
Kandungan
Kadar air (%)
64.23
pH
4.95
C (%)
20.47
N (%)
1.12
Rasio C/N
18.00
P2O5 (%)
0.08
K2O (ppm)
75.29
SO4 (%)
0.02
Ca (%)
0.08
Mg (ppm)
91.69

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan dengan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.

c)   Kompos Bokashi, Bokashi adalah sebuah metode  pengomposan yang dapat menggunakan starter aerobik maupun anaerobik untuk mengkomposkan bahan organik, yang biasanya berupa campuran molasses, air, starter mikroorganisme, dan sekam padi. Kompos yang sudah jadi dapat digunakan sebagian untuk proses pengomposan berikutnya, sehingga proses ini dapat diulang dengan cara yang lebih efisien. Starter yang digunakan amat bervariasi, dapat diinokulasikan dari material sederhana sepertikotoran hewan,  jamur, spora, jamur,  cacing, ragi, acar sake misonatto, anggur, bahkan bir, sepanjang material tersebut mengandung organisme yang mampu melakukan proses pengomposan. Dalam proses pengomposan di tingkat rumah tangga, sampah dapur umumnya menjadi material yang dikomposkan, bersama dengan starter dan bahan tambahan yang menjadi pembawa starter seperti sekam padi, sisa gergaji kayu, ataupun kulit gandum dan batang jagung (Yusuf, 2000). Mikroorganisme starter umumnya berupa bakteri asam laktat, ragi, atau bakteri fototrofik yang bekerja dalam komunitas bakteri, memfermentasikan sampah dapur dan mempercepat pembusukan materi organik. Umumnya pengomposan berlangsung selama 10-14 hari. Kompos yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan kompos pada umumnya; kompos bokashi akan terlihat hampir sama dengan sampah aslinya namun lebih pucat. Pembusukan akan terjadi segera setelah pupuk kompos ditempatkan di dalam tanah. Pengomposan bokashi hanya berperan sebagai pemercepat proses pembusukan sebelum material organik diberikan ke alam. Pupuk Bokashi, menurut Wididana et al (1996) dapat memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, meningkatkan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi tanaman, serta menghasilkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang berwawasan lingkungan. Pupuk bokashi tidak meningkatkan unsur hara tanah, namun hanya memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, sehingga pupuk anorganik masih diperlukan (Cahyani, 2003). Pupuk bokashi, seperti pupuk komposlainnya, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kandungan material organik pada tanah yang keras seperti tanah podzolik sehingga dapat meningkatkan aerasi tanah dan mengurangi bulk density tanah (Susilawati, 2000, dan Cahyani, 2003). Berdasarkan hasil penelitian Cahyani (2003), Penambahan pupuk bokashi berbahan dasar arang sekam padi dapat meningkatkan nilai batas cair dan batas plastis tanah latosol, namun terjadi peningkatan indeks plastisitas. Penambahan bokashi arang sekam padi juga berpengaruh terhadap kekuatan geser tanah dan peningkatan tinggi maksimum tanaman. Bokashi juga dapat digunakan untuk mengurangi kelengketan tanah terhadap alat dan mesin bajak sehingga dapat meningkatkan performa alat dan mesin bajak (Yusuf, 2000), dengan pengaplikasian bokashi sebelum pengolahan tanah dilakukan.

C. Manfaat Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1.   Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2.  Mengurangi volume/ukuran limbah
3.  Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1.   Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
2.  Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1.   Meningkatkan kesuburan tanah
2.  Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3.  Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4.  Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5.  Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6.  Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7.  Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8.  Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakanpupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing(vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhanbibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum ) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.akhid.eka@gmail.com